Kamis, 09 Januari 2014

Penyalahgunaan Media

Pembicara: Maman Suherman

Seperti yang kita tau, media dapat membuat agenda setting sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Perspektif yang benar pun dapat di buat menjadi sesuatu yang salah. Media bisa membuat stigma/persepsi pada seseorang bisa menjadi apa saja baik itu positif ataupun negatif.

Produk mau di apakan saja bila sudah jelek pasti akan tetap jelek. Misalkan media tersebut memberitakan hal-hal yang negatif terhadap seseorang, dalam pemberitaan tersebut akan membuat suatu stigma/persepsi kepada kita para penonton bahwa orang itu negatif.

Hal paling penting yang sebenarnya harus di cari baik seorang jurnal dan juga seorang pembuat iklan yaitu data kepustakaan. Untuk mengkonfirmasi bahwa data itu benar atau tidak atau membuktikan (verifikasi) sendiri bahwa data tersebut benar atau tidak.

Dalam mencari data yang benar harus mencari narasumber utama (premier), bukanlah narasumber sekunder. Tetapi kebanyakan para jurnalis sekarang mencari data yang bukan dari pihak premier. Komunikasi harus berpihak kepada publik, bukanlah kepada satu pihak saja atau pada suatu kekuasaan tertentu. Frekuensi publik terdapat pada UU Penyiaran tahun 2002. Maksud dari frekuensi publik adalah di mana masyarakat mendapatkan informasi yang sebenarnya dan mendapatkan pendidikan dari informasi tersebut.



Media tidak boleh di gunakan untuk kepentingan politik dan kampanye. Tetapi banyak media yang melakukan hal tersebut. Di Indonesia tidak dapat di pungkiri lagi bahwa banyaknya konglomerasi media pada saat ini.
Dahulu media kita itu di atur dan berada di bawah kekuasaan tirani pemerintahan.
Dengan adanya kebebasan media massa maka akhirnya mengalami pergeseran ke arah liberal pada beberapa tahun belakangan ini. Ini merupakan kebebasan pers yang terdiri dari dua jenis : Kebebasan Negatif dan Kebebasan Positif.
  • Kebebasan negatif merupakan kebebasan yang berkaitan dnegan masyarakat dimana media massa itu hidup. Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan dari interfensi pihak luar organisasi media massa yang berusaha mengendalikan, membatasi atau mengarahkan media massa tersebut.
  • Kebebasan positif merupakan kebebasan yang dimiliki media massa secara organisasi dalam menentukan isi media. Hal ini berkaitan dengan pengendalian yang dijalankan oleh pemilik media dan manajer media terhadap para produser, penyunting serta kontrol yang dikenakan oleh para penyunting terhadap karyawannya. 

Kedua jenis kebebasan tersebut, bila melihat kondisi media massa Indonesia saat ini pada dasarnya bisa dikatakan telah diperoleh oleh media massa kita. Memang kebebasan yang diperoleh pada kenyataannya tidak bersifat mutlak, dalam arti media massa memiliki kebebasan positif dan kebebasan negatif yang kadarnya kadang-kadang tinggi atau bisa dikatakan bebas yang bebas-sebebasnya tanpa kontrol sedikitpun. (Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Media_massa )



Banyaknya tidak kekonsistenan UU di Indonesia ini. Di Indonesia UU penyiaran tidak dilaksanakan dengan baik. Contohnya ada beberapa sinetron di Indonesia yang tidak di uji sensor terlebih dahulu, tetapi sudah dapat di publikasikan kepada publik di televisi. Hal tersebut di karenakan pembuatannya yang kejar tayang, bayangkan membuat sinetron dalam satu hari dapat membuat empat episode, sedangkan di luar negeri membuat sinetron dalam satu hari hanya dapat membuat satu episode.

RUU pornografi melanggar untuk anak-anak yang di bawah 18 tahun untuk membeli sesuatu yang berunsur pornografi tersebut. Tapi anda bisa lihat zaman sekarang, anak-anak bisa dengan mudahnya membaca salah satu koran di Indonesia yang ber-isi-kan gambar dan cerita yang tidak layak di lihat oleh anak-anak. Betapa bebasnya Indonesia ini sebenarnya.

UU Penyiaran kita juga mengatakan bahwa bahasa pengantar utama dalam penyelenggaraan program siaran harus Bahasa. Tetapi ada salah satu stasiun televisi daerah yang dengan bebasnya dapat menggunakan bahasa arab.

Seperti yang kita ketahui dulu pers maupun media berada di bawah kekuasaan tirani pemerintahan. Tetapi sekarang pers dan media-lah yang menjadi tirani bagi masyarakat Indonesia.

Maka karena itu kita sebagai pihak yang membuat berita gunakanlah hati nuranimu dalam menyampaikan informasi. Sedangkan bagi pihak yang menerima informasi tersebut gunakanlah juga akalmu, janganlah langsung terpengaruh dan menerima informasi tersebut dengan mentah-mentah tanpa adanya fakta atau bukti pasti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar